Kaitan COVID-19 dengan Risiko Bangkitan Epileptik |
Author : Stephanie Johanes, Budi Riyanto Wreksoatmodjo |
Abstract | Full Text |
Abstract :COVID-19 dapat menyebabkan kegagalan organ tubuh seperti sistem pernapasan, ginjal, hati, dan jantung. Pada beberapa orang juga ditemukan gejala sistem saraf, seperti delirium, confusion, nyeri kepala, vertigo, hemorrhagic stroke dan iskemik, hilangnya sensasi penciuman dan perasa, kejang atau bangkitan epileptik. Bangkitan epileptik pada kasus COVID-19 dapat dikaitkan dengan aktivasi sel glia, kerusakan sawar darah-otak, keadaan hipertermia atau gangguan elektrolit dan gangguan neurotransmiter. Di lain pihak, pengaruh infeksi COVID-19 pada pasien epilepsi masih belum diketahui pasti. |
|
Patofisiologi Spinal Cord Injury |
Author : Kartini Ciatawi, Tiffany . |
Abstract | Full Text |
Abstract :Spinal cord injury (SCI) dapat mengakibatkan defisit motorik, sensorik, dan otonom yang substansial, bahkan permanen. Saat spinal cord mengalami trauma, trauma awal akan menyebabkan kerusakan langsung; seiring waktu, proses inflamasi akut ditambah astrogliosis berkontribusi terhadap cedera sekunder. Berbagai modalitas evaluasi dan terapi SCI masih belum sepenuhnya berhasil memperbaiki fungsi neurologis. Hal ini diduga akibat kompleksitas patofisiologi SCI. |
|
Diagnosis dan Tata Laksana Miksoma Jantung |
Author : Karina Puspaseruni |
Abstract | Full Text |
Abstract :Miksoma jantung merupakan tumor jantung primer jinak yang paling umum. Meskipun secara histologis bersifat jinak, namun dapat berpotensi terjadinya emboli sistemik dan serebral, bahkan berpotensi menyebabkan kematian mendadak. Karena kasus miksoma jantung merupakan kasus langka dan jarang dikenali, diagnosis awalnya sering keliru. |
|
Diagnosis dan Tata Laksana Dermatitis Herpetiformis |
Author : Prayogi Miura Susanto |
Abstract | Full Text |
Abstract :Dermatitis herpetiformis (DH) merupakan penyakit kulit autoimun kronik-residif akibat proses sekunder hipersensitivitas terhadap gluten. Kejadian DH tinggi pada populasi dengan predisposisi genetik HLA-DQ2 atau DQ8. Manifestasi klinis DH berupa lesi polimorfik ruam papulo-vesikular atau papul-eskoriasi didominasi rasa gatal. Baku emas diagnosis DH adalah pada pemeriksaan DIF didapatkan deposit imunoglobulin (Ig)-A granular di stratum papila dermis. Diet bebas gluten merupakan tata laksana utama. Dapson menjadi obat pilihan pertama. Prognosis baik dengan diagnosis dan tata laksana yang tepat. |
|
Penghambat CDK4/6 untuk Terapi Kanker Payudara |
Author : Hastarita Lawrenti |
Abstract | Full Text |
Abstract :Terapi endokrin masih menjadi terapi utama kanker payudara reseptor estrogen positif; tetapi sampai dengan 50% pasien akan mengalami kekambuhan yang umumnya dikenal dengan resistensi didapat. Salah satu terapi untuk mengatasi resistensi tersebut adalah penghambat CDK4/6. Penghambat CDK4/6 dalam kombinasi dengan terapi endokrin tidak hanya efektif untuk pasien kanker payudara reseptor hormon positif, HER2 negatif yang progresif setelah terapi endokrin, tetapi juga untuk terapi awal berbasis endokrin. |
|
Resusitasi Neonatus: Algoritma Terkini |
Author : Ashfahani Imanadhia, Grevy Yanika |
Abstract | Full Text |
Abstract :Sebagian besar bayi baru lahir akan melalui tahapan transisi dari intrauterin ke ekstrauterin dengan lancar atau tanpa distres, namun pada sebagian kecil bayi dibutuhkan bantuan resusitasi lanjutan. Keberhasilan resusitasi membutuhkan kemampuan dan kerjasama tim yang baik. Pemahaman yang baik tentang tahapan pada algoritma, mutlak dikuasai oleh setiap petugas resusitasi. |
|
Bakteri Anaerob Clostridium botulinum dan Toksin yang Dihasilkannya |
Author : Conny Riana Tjampakasari, Rifdah Hanifah |
Abstract | Full Text |
Abstract :C. botulinum adalah salah satu bakteri paling patogen karena dapat menghasilkan botulinum neurotoxin (BoNT) yang mematikan. Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu botulisme keracunan makanan, botulisme inhalasi, dan botulisme luka. Meskipun kejadian botulisme jarang, namun harus diwaspadai karena cukup fatal. Sebagian besar kasus botulisme pada manusia disebabkan oleh makanan kaleng yang dipersiapkan di rumah. Isolasi dan identifikasi C. botulinum dapat dilakukan dengan pemeriksaan pewarnaan Gram, kultur, dan identifikasi, sedangkan deteksi toksin dapat menggunakan metode mouse lethality assay, non-lethal mouse assay, dan metode imunologi. Pendekatan molekuler dilakukan melalui uji polymerase chain reaction (PCR) untuk deteksi jenis toksin. Pencegahan botulisme dilakukan dengan teknik penanganan makanan yang tepat. Pemanasan yang memadai dapat membunuh spora bakteri, selain itu segera mengonsumsi makanan yang telah dimasak dapat mencegah C. botulinum bertumbuh. |
|
Myocardial Bridging: Nyeri Dada Atipikal pada Pria Paruh Baya |
Author : Thea Saphira Mugiarto, Dewi Ayu Paramita |
Abstract | Full Text |
Abstract :Myocardial bridging merupakan anomali kongenital; prevalensinya 5-86%, rata-rata 25%. Beberapa data otopsi menunjukkan bahwa myocardial bridging didapatkan pada lebih dari 50% subjek, sehingga ada yang menganggap myocardial bridging merupakan variasi anatomi. Myocardial bridging dapat memiliki signifikansi kardiovaskular, tergantung kedalaman segmen arteri koroner yang tertanam di dalam miokardium. Gejala dapat berupa nyeri dada, berdebar-debar, mudah lelah, serta manifestasi kardiologis lainnya. Obat ß-blocker merupakan terapi lini pertama karena memiliki efek kronotropik dan inotropik negatif. Revaskularisasi sebaiknya dilakukan hanya pada pasien dengan gejala berat yang refrakter terhadap perawatan medis optimal. Pilihan tindakan bedah meliputi miotomi supraarterial dan/atau CABG. Laporan kasus ini mengenai pria 40 tahun dengan nyeri dada karena myocardial bridging, diagnosis ditegakkan setelah pemeriksaan angiografi. |
|
Socio-demographic Profiles of Cervical Cancer Patients at Cipto Mangunkusumo Hospital - 2009-2019 and Its Association with Cancer Stages at Diagnosis |
Author : Fitriyadi Kusuma, Kemal Akbar Suryoadji, Michael Adrian, Tofan Widya Utami, Hariyono Winarto, Tricia Dewi Anggraeni, Kartiwa Hadi Nuryanto, Muhammad Haekal |
Abstract | Full Text |
Abstract :Objective: To determine the socio-demographic profile of cervical cancer patients at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2009-2019 based on educational level, parity, age, residence, and employment status and their relationship to cervical cancer stage at diagnosis. Methods: Comparative analytical study was conducted retrospectively based on medical records in Cipto Mangunkusumo Hospital. The selection was based on data completeness: cervical cancer stages, sociodemographic profiles consisting of education level, parity, age, Java or non-Java Island resident, and occupation. Multivariate analysis calculated the association between socio-demographic factors and cervical cancer stages. Data were analyzed using SPSS v.22.0 and Microsoft Excel. Results: This study included 4,584 patients with complete data. Only 19.3% patients were in the early stage, 63.3% had less than three parities, 82.8% of patients had formal primary school education or less, 80.9% patients were aged 18-65 years, 88.3% patients resided in Java Island, and 80.5% didn’t have the occupation. There was a significant association (p <0.05) between cervical cancer stage and educational level (aOR= 0.86; 95% CI= 0.78-0.94) and age (aOR= 1.46; 95% CI= 1.18-1.40). There is no significant association (p >0.05) between cervical cancer stage and parity, residence, and employment status. Conclusion: Low education and old age (> 65-year-old) were associated with the advanced stage of cervical cancer at diagnosis |
|
Penyakit Graves pada Anak Perempuan Usia 10 Tahun |
Author : Ni Putu Ayu Elistya Ning Purwani, Anak Agung Made Sucipta |
Abstract | Full Text |
Abstract :Penyakit Graves (PG) adalah penyakit autoimun akibat pembentukan antibodi TSH receptor-stimulating immunoglobulin (TSI) yang menyebabkan produksi hormon tiroid meningkat. Seorang anak perempuan, usia 10 tahun, dengan benjolan pada leher bagian kanan dan kiri depan yang baru disadari sejak 3 hari, tidak nyeri. Prestasi belajar seperti biasa. Tangannya bergetar ringan saat menulis. Penyakit Graves didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik dan ultrasonografi tiroid, fungsi tiroid, dan pemeriksaan antibodi tiroid. Terapi dengan methimazole tablet 5 mg setiap 12 jam dan kontrol FT4 dan TSH setelah 1 bulan. |
|