ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH BAGI MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (MBR) DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2011 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2009 |
Author : Yani Pujiwati; Betty Rubiati |
Abstract | Full Text |
Abstract :Saat ini pembangunan perumahan sangat pesat dilaksanakan karena kebutuhan rumah yang semakin meningkat, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Tanah yang dipergunakan seringkali berupa lahan pertanian beriirigasi sehingga merupakan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang tidak dapat dialihfungsikan menjadi lahan non pertanian. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis penyediaan tanah bagi pembangunan perumahan khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan alih fungsi lahan pertanian bagi pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu mengkaji data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Spesifikasi penelitian deskriptif analitis, yaitu berupa penggambaran, penelaahan, dan penganalisisan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam bidang perumahan, agraria serta ketentuan hukum yang berkenaan dengan perlindungan lahan pertanian pangan. Penyediaan tanah bagi pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) diantaranya adalah konsolidasi tanah dan pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar. Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan diperkenankan apabila untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Salah satu kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum adalah pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan status sewa.
Kata kunci: alih fungsi; lahan pertanian; masyarakat berpenghasilan rendah. |
|
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BAGI PEKERJA ANAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK |
Author : Mulyani Djakaria |
Abstract | Full Text |
Abstract :Pekerja anak dilindungi oleh Pasal 68 s/d 75 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui Konvensi ILO No.138 diatur mengenai Usia Minimum untuk diperbolehkan bekerja yang diratifikasi dengan UU No. 20 Tahun 1999 dan konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak dengan UU No.1 Tahun 2000. Keberadaan pekerja anak dapat bersifat positif selama orang tua tidak memanfaatkan kemampuan anaknya dengan berlebihan sehingga mengganggu jiwa dan fisiknya. Pada kenyataannya sangat sulit melarang anak untuk bekerja terutama dalam kondisi kemiskinan. Sentra pembuatan sepatu Cibaduyut merupakan sentra industri informal yang salah satu industri memperkerjakan anak, yang mana tidak ada kontrak yang mengatur hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja, termasuk pekerja anak. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder sebagai data utama, sedangkan data primer yang diperoleh melalui teknik wawancara hanya merupakan data pendukung atas data sekunder. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa perlindungan hukum terhadap pekerja anak pada sentra industri pembuatan sepatu Cibaduyut Bandung tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Konvensi ILO. Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan dan Trasmigrasi Kota Bandung tidak maksimal dalam rangka perlindungan terhadap pekerja anak.
Kata kunci: keselamatan kerja; pekerja anak; perlindungan hukum. |
|
KOPERASI VERSUS BUMDES DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DESA |
Author : Tarsisius Murwadji, Deden Suryo Rahardjo, Hasna |
Abstract | Full Text |
Abstract :Efektivitas koperasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa mengalami banyak hambatan, terutama dalam hal permodalan. Permasalahan tersebut tidak mencapai titik temu sampai akhirnya Pemerintah Indonesia mencanangkan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai alternatif peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Menjawab permasalahan koperasi, BUMDes mendapatkan bantuan berupa dana desa yang bersumber dari APBN sebagai sumber modal. Namun demikian, timbul masalah krusial terkait pengelolaan dana desa tersebut, yaitu perihal pengawasan dan pertanggung-jawaban keuangan negara. Artikel ini membandingkan hambatan efektivitas kedua sarana peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, yaitu Koperasi dan BUMDes. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis. Metode analisis data berupa yuridis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, hambatan permodalan yang dialami koperasi tidak perlu diselesaikan dengan pembentukan badan hukum baru, melainkan melalui linkage program antara Bank Umum dengan Koperasi yang dicanangkan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.
Kata kunci: bumdes; ekonomi; koperasi; masyarakat desa; solusi keuangan desa. |
|
BANK KHUSUS UNTUK KOPERASI DALAM MENGHADAPI MEA |
Author : Bambang Daru Nurgroho; Melienda Permatasari; Nanda Arianti; Achmad Hagi Robby |
Abstract | Full Text |
Abstract :Untuk dapat bertahan dalam era MEA, penguatan UKM menjadi salah satu faktor penting untuk menjadikan Indonesia mendapat kesempatan yang baik dalam peningkatan perekonomian nasional. Era MEA menuntut peningkatan koperasi agar dapat berdaya saing menghadapi kompetitor dari negara lain. Koperasi memerlukan modal dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan usahanya namun masih sulit mendapat kredit dari bank. UKM anggota koperasi secara umum memiliki karakteristik, kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dengan nasabah bank pada umumnya sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda. Bank konvensional belum dapat menjawab kesulitan tersebut sehingga dibutuhkan bank khusus untuk koperasi. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan linkage program yang dapat digunakan untuk koperasi. Linkage program semestinya dijadikan sebagai sarana edukasi bertahap mulai dari pola channeling hingga executing untuk menguatkan koperasi. Pendirian bank khusus untuk koperasi harus disesuaikan pula dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Pada akhirnya diharapkan pendirian bank khusus untuk koperasi akan meningkatkan akses kredit dan pembiayaan UMKM.
Kata kunci: API; bank khusus untuk koperasi; koperasi; linkage program; MEA; UKM. |
|
KEWENANGAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN PERBANKAN OLEH BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) |
Author : Surti Yustianti |
Abstract | Full Text |
Abstract :Studi ini menganalisis kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan yang di atur dalam Undang Undang No. 21 Tahun 2011 yang sebelumnya dilakukan oleh Bank Indonesia sesungguhnya untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dan prinsip itikad baik pada perbankan dalam rangka mencegah resiko terhadap adanya tindak pidana perbankan. Pengawasan dan pengaturan perbankan setelah keluarnya Undang Undang OJK (Otoritas Jasa Keuangan), Bank Indonesia sebagai bank sentral hanya berperan sebagai regulator kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas moneter. Permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai konsep hukum pengaturan dan pengawasan sektor perbankan oleh OJK dan bagaimana hubungan hukum dengan Bank Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, selanjutnya data yang digunakan data sekunder dan data primer, pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual, dan komporatif. Kewenangan tugas pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia yang dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan hanya yang berkaitan dengan microprudential, dan pengaturan perbankan oleh Bank Indonesia tetap dilakukan oleh Bank Indonesia hanya macroprudential, sedangkan pengaturan perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan tidak sepenuhnya secara indenpenden.
Kata kunci: Bank Indonesia; hubungan hukum; kewenangan; Otoritas Jasa Keuangan. |
|
COVERNOTE NOTARIS DALAM PERJANJIAN KREDIT DALAM PERSPEKTIF HUKUM JAMINAN |
Author : Dewi Rachmayani; Agus Suwandono |
Abstract | Full Text |
Abstract :Penggunaan covernote notaris dalam perjanjian kredit dapat menyebabkan kerugian bank manakala terjadi wanprestasi sedangkan proses pengikatan hak tanggungan belum selesai. Penelitian ini membahas mengenai penggunaan covernote notaris dalam perjanjian kredit serta perlindungan hukum bagi bank ditinjau berdasarkan hukum jaminan. Penelitian ini merupakan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analalitis. Analisa data dilaksanakan dengan metode normatif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, penggunaan covernote notaris dalam perjanjian kredit dimungkinkan menurut hukum jaminan di Indonesia, namun demikian notaris dan bank tetap harus berhati-hati dan saksama dalam meneliti kebenaran dan keabsahan dokumen obyek jaminan. Kedua, perlindungan hukum bagi bank dalam perjanjian kredit terkait penggunaan covernote notaris dalam hal terjadinya wanprestasi sebelum terbitnya hak tanggungan memberikan kedudukan bank hanya sebagai kreditur konkuren. Perlindungan hukum bagi bank didasarkan Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata.
Kata kunci: bank; covernote; jaminan; kredit; perlindungan. |
|
PEMBIAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH MELALUI SITUS CROWDFUNDING “PATUNGAN.NET” DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH |
Author : Alivia Indriasri; Nyulistiowati Suryanti; Anita Afriana |
Abstract | Full Text |
Abstract :Keterbatasan mengakses bantuan permodalan merupakan salah satu persoalan yang dihadapi sebagian besar pelaku usaha, termasuk UMKM. Pada praktiknya, saat ini berkembang kegiatan penggalangan dana masyarakat secara online melalui situs crowdfunding yang ditujukan untuk pembiayaan UMKM. Tulisan ini merupakan hasil dari penelitian yang telah selesai dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji legalitas pembiayaan UMKM yang bersumber dari penggalangan dana secara online melalui situs Patungan.net serta sejauh mana tanggung jawab pengelola situs Patungan.net sebagai perantara pelaku UMKM selaku pemilik proyek dan suporter dalam hal tidak ada kontrak yang menjadi dasar hubungan hukum dalam pembiayaan UMKM. Sebagai bagian dari penelitian yuridis normatif yang dianalisis secara yuridis normatif, hasil yang didapat sebagai kesimpulan yaitu bahwa pembiayaan UMKM yang bersumber dari penggalangan dana masyarakat melalui situs crowdfunding Patungan.net tidak legal karena berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Tanggung jawab pengelola situs Patungan.net sebagai perantara dengan suporter tidak hanya terbatas pada kewajiban menyerahkan donasi yang terkumpul kepada pelaku UMKM apabila penggalangan dana berhasil mencapai target atau kewajiban untuk mengembalikan donasi yang terkumpul kepada masing-masing suporter apabila penggalangan dana gagal mencapai target, tetapi adanya lastgeving antara pengelola situs dengan pelaku UMKM yang terjadi dengan sendirinya sesuai ketentuan Pasal 1793 KUHPerdata, maka harus bertanggung jawab melaporkan transparansi dana yang terkumpul selama penggalangan dana berlangsung berdasarkan Pasal 1802 KUHPerdata.
Kata kunci: crowfunding; pembiayaan; usaha mikro kecil menengah. |
|
KEPEMILIKAN TANAH ABSENTEE OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1977 |
Author : Chita Herdiyanti |
Abstract | Full Text |
Abstract :Tanah Pertanian yang dimiliki secara guntai (absentee) secara perundang-undangan dilarang. Karena kepemilikan tanah pertanian yang dimiliki secara guntai (Absentee) menjauhkan cita-cita dan semangat dari Landreform yang menjadi aturan dasar setiap peraturan perundang-undangan agraria nasional. Kepemilikan tanah secara absentee dilarang karena dapat mengembalikan sistem Landlord yang sangat merugikan khususnya para petani lokal yang berada di tanah absentee tersebut. Tanah pertanian sejatinya harus dimanfaatkan dan dikerjakan dalam upaya memenuhi produktivitas yang akan menaikkan perekonomian secara nasional. Akan tetapi, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Pertanian Secara Guntai (Absentee) Bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri menyatakan bahwa “seorang Pegawai Negeri dalam waktu 2 (dua) tahun menjelang masa pensiun diperbolehkan membeli tanah pertanian secara guntai (absentee) seluas sampai 2/5 (dua per lima) dari batas maksimum penguasaan tanah untuk Daerah Tingkat II yang bersangkutan”. Apakah larangan kepemilikan tanah pertanian secara guntai (Absentee) berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia?. Larangan kepemilikan tanah tersebut tidak berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil/PNS Dari ketentuan-ketentuan hukum diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat memiliki tanah Absentee karena dianggap Pegawai Negeri Sipil telah berjasa sebagai penggerak sistem kenegaraan. Namun dengan syarat yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pegawai Negeri Sipil atau Pensiunan Pegawai Negeri Sipil yang memiliki tanah pertanian secara guntai (absentee) dapat melakukan sistem bagi hasil sebagai upaya pengelolaan tanah absentee tersebut untuk menjadi lebih produktif lagi dengan tetap berpegang pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kata kunci: Absentee, Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977, kepemilikan tanah.
|
|
TELAAH TERHADAP PERGESERAN KEWENANGAN NOTARIS SETELAH TERBITNYA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI NOTARIS |
Author : Indra Prayitno |
Abstract | Full Text |
Abstract :Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris (PERMENKUMHAM No. 9 Tahun 2017) mewajibkan Notaris melaksanakan kewenangan tambahan yaitu melakukan identifikasi dan verifikasi identitas legalitas serta pemantauan transaksi sumber dana kliennya yang digunakan sehubungan dengan pembuatan akta selain yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) yaitu membuat akta autentik dan turutannya. Permasalahannya apakah Notaris berkewajiban menentukan kebenaran materil identitas legalitas serta melakukan pemantuan transaksi klien dengan tindakan yang seharusnya dilakukan Penyidik serta bagaimanakah konsekuensi yuridis terhadap benturan pengaturan antara kewajiban notaris merahasiakan isi akta berdasarkan UUJN dengan kewajiban notaris melakukan identifikasi dan verifikasi identitas legalitas klien serta pemantauan transaksi sumber dana kliennya dan melaporkan indikasi pelanggaran Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana yang diatur dalam PERMENKUMHAM No.9 Tahun 2017. Kajian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif terhadap data yang diteliti. Teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan guna memperoleh data sekunder. Berdasarkan hasil kajian, Notaris tidak memiliki kewajiban untuk menentukan kebenaran materil identitas legalitas penghadap, Notaris hanya memiliki kewajiban menentukan syarat formal dengan dikenal/diperkenalkan penghadap kepada notaris sudah cukup menjadi syarat pembuatan akta autentik berdasarkan UUJN. Notaris tidak diberikan kewenangan sebagai penyidik oleh KUHAP maupun oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Beberapa ketentuan PERMENKUMHAM No. 9 Tahun 2017 bertentangan dengan kewajiban menjaga kerahasiaan Jabatan Notaris menurut UUJN. Berdasarkan Asas lex superior derogat legi inferior, maka peraturan yang digunakan adalah UUJN mengingat lebih tinggi derajatnya.
Kata kunci: kewenangan; mengenali; Notaris; pengguna; pergeseran. |
|