TANGGUNG JAWAB PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN YANG DIBUAT PERKUMPULAN IKATAN ALUMNI YANG BERBADAN HUKUM DENGAN PIHAK KETIGA BERDASARKAN HUKUM PERDATA INDONESIA |
Author : Sandy Dwi Nugraha Nugraha; Isis Ikhwansyah; Sari Wahjuni |
Abstract | Full Text |
Abstract :Setiap alumni Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN BH) membentuk pekumpulan ikatan alumni, dalam hal ini Ikatan Alumni (IA) jenis perkumpulannya yaitu perkumpulan berbadan hukum. IA dapat melakukan hubungan perdata dengan pihak ketiga untuk memenuhi komitmen mendukung sepenuhnya baik moril dan materil kepada almamaternya yang dicantumkan di dalam Anggaran Dasar IA. Status keduanya merupakan badan hukum sehingga dianggap subyek hukum dan mandiri. Kedudukan dan tanggung jawab PTN BH terhadap perkumpulan IA berbadan hukum tersebut dapat menimbulkan conflict of interest. Tujuan penelitian ini menemukan pemahaman dan menganalisis kedudukan dan tanggung jawab Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum terhadap perjanjian yang dibuat perkumpulan ikatan alumni yang berbadan hukum dengan pihak ketiga berdasarkan hukum perdata Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yuridis normative dengan pendekatan deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa Kedudukan PTN BH dengan unit usaha dan IA berbadan hukum yang didirikannya dapat diartikan sebagai perusahaan kelompok dan bertindak sebagai pimpinan sentral. PTN BH dalam setiap perjanjian yang dibuat IA akan selalu terkait dan bertanggung jawab dalam keadaan apapun, dikarenakan beberapa faktor yaitu rektor sebagai pimpinan PTN BH secara ex-officio menjabat sebagai Ketua Dewan Penasehat Pusat yang bertugas dan berwenang sesuai AD/ART IA, tercantumnya nama institusi PTN BH dan adanya Pasal 43 AD/ART Ikatan Alumni PTN BH. Maka dapat dikatakan adanya kepentingan PTN BH didalam IA. Hal tersebut berbenturan dengan Pasal 27 ayat (7) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Statuta PTN BH bahwa rektor dilarang merangkap jabatan yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan dengan PTN BH.
Kata kunci: ikatan alumni berbadan hukum; tanggung jawab; perguruan tinggi badan hukum. |
|
ANALISIS YURIDIS TERHADAP URGENSI PENERBITAN SAHAM TANPA NILAI NOMINAL DIHUBUNGKAN PERKEMBANGAN PASAR MODAL DI INDONESIA |
Author : Meiza Navirinurani, Lastuti Abubakar, R. Kartikasari |
Abstract | Full Text |
Abstract :Perkembangan jaman menimbulkan proses globalisasi yang diiringi dengan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia memiliki modal terbatas dan gagasan menerbitkan saham tanpa nilai nominal ini dianggap sebagai alternatif pemulihan perdagangan di pasar modal. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti dan menentukan manfaat-manfaat yang didapatkan dari penerbitan saham tanpa nilai nominal dalam dunia pasar modal di Indonesia serta mengetahui akibat hukum dari penerbitan saham tanpa nilai nominal terhadap kedudukan pemegang saham selaku investor dalam hukum pasar modal di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, dan data yang diperoleh dari penelitian dengan cara studi dokumen dan penelitian lapangan melalui wawancara dianalisis secara normatif kualitatif. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini antara lain manfaat penerbitan saham tanpa nilai nominal adalah mempercepat pemulihan perdagangan di pasar modal pada saat bearish. Penerapan saham tanpa nilai nominal juga dapat mencegah kecurangan yaitu stock watering. Penerbitan saham tanpa nilai nominal juga dapat memudahkan pembukuan perusahaan sehingga lebih sederhana. Penerapan saham tanpa nilai nominal akan berpengaruh pada hak dan kewajiban pemegang saham. Solusi untuk menciptakan kepastian hukum adalah dengan merumuskan dan mengsahkan aturan baru yang mengatur mengenai hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam bidang pasar modal, khususnya untuk penerbitan jenis saham tanpa nilai nominal.
Kata kunci: investor; pasar modal; saham tanpa nilai nominal. |
|
IMPLEMENTASI ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS PEMBATALAN TRANSAKSI YANG DILAKUKAN OLEH SITUS BELANJA ELEKTRONIK |
Author : Amila Desiani; Muhamad Amirulloh; Agus Suwandono |
Abstract | Full Text |
Abstract :Maraknya kehadiran marketplace di Indonesia tidak menutup kemungkinan adanya praktik itikad tidak baik dengan melakukan pembatalan transaksi secara sepihak kepada konsumen. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui implementasi hak konsumen atas informasi lengkap dan benar dalam transaksi jual beli online serta bagaimanakah tanggung jawab pengelola situs belanja online dalam penerapan asas itikad baik dalam hal pembatalan transaksi sepihak akibat kesalahan pencantuman suatu informasi berdasarkan UUPK dan UU ITE. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi hak konsumen atas informasi lengkap dan benar sudah diterapkan dalam suatu kontrak elektronik, tetapi tidak dalam suatu informasi produk yang ditawarkan. Tanggung jawab marketplace dalam memberikan ganti rugi yang didasarkan negosiasi terlebih dahulu untuk mencapai kesepkatan mengenai besarnya ganti kerugian kepada konsumen.
Kata kunci: ecommerce; pembatalan transaksi; perlindungan konsumen. |
|
PENERAPAN PRINSIP KEMANDIRIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE DALAM PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA PT PERTAMEDIKA SEBAGAI INDUK PERUSAHAAN DENGAN ANAK PERUSAHAAN PT AGRO MEDIKA NUSANTARA |
Author : Alia Putri Syahbaniar; Elisatris Gultom; Anita Afriana |
Abstract | Full Text |
Abstract :Pelayanan kesehatan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya pelaksanaan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan dibentuknya Holding Rumah Sakit Badan Usaha Milik Negara. Pembentukan holding rumah sakit BUMN pada kenyataannya menimbulkan masalah yang dialami oleh PT Agro Medika Nusantara sebagai anak perusahaan yang menjalankan ketentuan dalam perjanjian kerjasama pengelolan rumah sakit Agro Medika Nusantara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemandirian rumah sakit Agro Medika Nusantara dalam pengelolaan rumah sakit berdasarkan perjanjian kerjasama antara PT Pertamedika dengan PT Agro Medika Nusantara dan menemukan jawaban tanggung jawab PT Pertamedika terhadap kerugian yang diderita PT Agro Medika Nusantara dalam holding rumah sakit BUMN. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis kualitatif berdasarkan data kepustakaan dlengkapi data primer yang kemudian dituliskan secara deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Perjanjian kerjasama pengelolaan rumah sakit dalam holding rumah sakit BUMN menyebabkan penerapan prinsip kemandirian good corporate governance rumah sakit Agro Medika Nusantara terganggu, salah satu dampaknya menimbulkan kerugian. PT Pertamedika tidak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh PT Agro Medika Nusantara karena PT Pertamedika hanya mengelola rumah sakit berdasarkan perjanjian kerjasama. Ketentuan dalam perjanjian kerjasama perlu ditinjau kembali untuk menyesuaikan kebijakan rumah sakit Agro Medika Nusantara agar kemandirian rumah sakit tidak terganggu dan tanggung jawab PT Pertamedika sebagai induk perusahaan terhadap kerugian yang diderita PT Agro Medika Nusantara perlu diatur secara jelas dalam perjanjian kerjasama.
Kata kunci: perjanjian kerjasama; perusahaan induk; tata kelola perusahaan yang baik. |
|
PENGGUNAAN NAMA DESA TRUSMI PADA MEREK DAGANG TERDAFTAR DIKAITKAN DENGAN HAK EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS |
Author : Ilvi Nabilah; U. Sudjana; Laina Rafianti |
Abstract | Full Text |
Abstract :Terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pendaftaran atas suatu merek dagang, salah satu syaratnya tersebut dalam Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yang menyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar jika merupakan nama umum. Kota Cirebon memiliki daya tarik bagi para wisata salah satunya karena karya batiknya, desa Trusmi yang berada di dalam wilayah Kota Cirebon merupakan desa penghasil batik. Terdapat salah satu perajin yang mendaftarkan nama Trusmi sebagai merek dagang. Tujuan penelitian ini menentukan kesesuaian pendaftaran merek dagang terdaftar Batik Trusmi dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, serta menentukan pemanfaatan hak ekonomi berkaitan penggunaan nama desa sebagai merek dagang. Penelitian dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif yaitu menelaah bahan pustaka dan data primer yang diperoleh secara langsung dari masyarakat. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 yaitu Tidak dapat didaftarkannya sebuah merek yang merupakan suatu tanda yang telah menjadi milik umum. Tanda milik umum ini merupakan tanda yang terdiri dari tanda atau indikasi yang menunjukkan kelaziman atau kebiasaan terkait dengan bahasa yang dikenali secara nasional yang digunakan dalam praktik perdagangan yang jujur (generic term). Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 menyebutkan bahwa suatu merek tidak dapat didaftar jika merek tersebut merupakan nama umum dan atau lambang milik umum. Bahwa Trusmi adalah nama umum atau public domain yang seharusnya tidak dapat didaftarkan sebagai merek. Secara ekonomi hal tersebut akan berakibat penurunan pendapatan yang akan berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat Desa Trusmi yang sejak dahulu menggeluti usaha sebagai perajin batik.
Kata kunci: hak ekonomi; merek dagang; penggunaan nama. |
|
PERALIHAN HAK MILIK MENJADI HAK PAKAI ATAS SARUSUN DI ATAS TANAH HGB KEPADA ORANG ASING DIHUBUNGKAN DENGAN PP NO. 103 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIKAN RUMAH TEMPAT TINGGAL ATAU HUNIAN OLEH ORANG ASING YANG BERKEDUDUKAN DI INDONESIA JUNCTO PERMEN ATR/KEPALA BP |
Author : Farah Herliani, Ida Nurlinda, Betty Rubiati |
Abstract | Full Text |
Abstract :Hak Guna Bangunan (HGB) sebagai benda tetap merupakan salah satu obyek dari Hak Tanggungan yang dapat diterima oleh bank dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur, akan tetapi keterbatasan masa berlaku HGB ketika dikaitkan dengan perjanjian pokoknya dapat berpotensi untuk menjadi suatu permasalahan hukum bagi kreditur. Mengenai keterbatasan waktu ini, disebutkan dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 bahwa perpanjangan jangka waktu HGB diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut, sedangkan menurut PMNA Nomor 9 Tahun 1999 perpanjangan jangka waktu HGB yaitu dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya HGB. Adanya perbedaan ketentuan tersebut menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Kasus yang terjadi dalam praktik, terdapat debitur yang mengalami kredit macet dan kemudian diketahui bahwa jangka waktu HGB telah berakhir sehingga bank kehilangan agunan berupa HGB tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa ketentuan jangka waktu perpanjangan HGB sebagaimana tercantum dalam PMNA Nomor 9 Tahun 1999 lebih dirasakan manfaatnya dan ditaati oleh masyarakat sehingga perlu diadakan perubahan terhadap PP Nomor 40 Tahun 1996. Perlindungan hukum yang diberikan melalui SKMHT maupun APHT yang dibuat oleh PPAT tidak dapat berlaku untuk melakukan perpanjangan HGB karena telah hapusnya hak atas tanah. Perlindungan hukum yang dimiliki kreditur pada saat terjadi kredit macet dan ketiadaan agunan HGB tersebut terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.
Kata kunci: perpanjangan jangka waktu hak guna bangunan; hak tanggungan; kredit macet. |
|
KEPASTIAN HUKUM PENERAPAN JANGKA WAKTU PERPANJANGAN HAK GUNA BANGUNAN YANG BERAKHIR MASA BERLAKUNYA SEBAGAI OBYEK HAK TANGGUNGAN SEBELUM PERJANJIAN POKOK BERAKHIR DIKAITKAN DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU |
Author : Freddy Putera Husein; Lastuti Abubakar; Nanda Anisa Lubis |
Abstract | Full Text |
Abstract :Hak Guna Bangunan (HGB) sebagai benda tetap merupakan salah satu obyek dari Hak Tanggungan yang dapat diterima oleh bank dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur, akan tetapi keterbatasan masa berlaku HGB ketika dikaitkan dengan perjanjian pokoknya dapat berpotensi untuk menjadi suatu permasalahan hukum bagi kreditur. Mengenai keterbatasan waktu ini, disebutkan dalam PP Nomor 40 Tahun 1996 bahwa perpanjangan jangka waktu HGB diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB tersebut, sedangkan menurut PMNA Nomor 9 Tahun 1999 perpanjangan jangka waktu HGB yaitu dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya HGB. Adanya perbedaan ketentuan tersebut menimbulkan suatu ketidakpastian hukum. Kasus yang terjadi dalam praktik, terdapat debitur yang mengalami kredit macet dan kemudian diketahui bahwa jangka waktu HGB telah berakhir sehingga bank kehilangan agunan berupa HGB tersebut. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa ketentuan jangka waktu perpanjangan HGB sebagaimana tercantum dalam PMNA Nomor 9 Tahun 1999 lebih dirasakan manfaatnya dan ditaati oleh masyarakat sehingga perlu diadakan perubahan terhadap PP Nomor 40 Tahun 1996. Perlindungan hukum yang diberikan melalui SKMHT maupun APHT yang dibuat oleh PPAT tidak dapat berlaku untuk melakukan perpanjangan HGB karena telah hapusnya hak atas tanah. Perlindungan hukum yang dimiliki kreditur pada saat terjadi kredit macet dan ketiadaan agunan HGB tersebut terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.
Kata kunci: perpanjangan jangka waktu hak guna bangunan; hak tanggungan; kredit macet. |
|
ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN MENJADI KAWASAN WISATA DALAM PERSPEKTIF PENERAPAN ASAS TATA GUNA TANAH |
Author : Layla Mardiyani Fauziah, Nia Kurniati, Imamulhadi |
Abstract | Full Text |
Abstract :Alih fungsi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya yang direncanakan menjadi fungsi lain yang membawa dampak terhadap lingkungan serta potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata harus sesuai dengan prinsip penatagunaan tanah dan perencanaan tata ruang. Dijumpai alih fungsi lahan yang tidak memperhatikan penatagunaan tanah dan perencanaan tata ruang wilayah. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana penerapan asas tata guna tanah dalam pengaturan pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata dan bagaimana akibat yang timbul dalam alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian menggunakan data sekunder yang selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian bahwa pengaturan pelaksanaan alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan wisata di Kabupaten Garut didasarkan pada Peraturan Bupati Nomor 52 tahun 2017 tentang Penataan Kawasan Wisata Darajat. Dalam pelaksanaan di lapangannya masih dijumpai pengusaha yang melanggar persyaratan alih fungsi lahan. Pemerintah Daerah Kabupaten Garut kurang melakukan pengawasan dan tidak ada sanksi tegas terhadap para pengusaha yang melanggar persyaratan alih fungsi lahan yang sudah ditentukan. Dampak positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan social masyarakat, sedangkan dampak negative berpengaruh terhadap kelestarian lingkungan.
Kata kunci: alih fungsi lahan pertanian; asas tata guna tanah; kawasan wisata. |
|
HAK PRIORITAS DALAM PEROLEHAN TANAH HAK GUNA BANGUNAN YANG HABIS JANGKA WAKTUNYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA DAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL |
Author : Rachseria Isneni Hakim; Yani Pujiwati; Betty Rubiati |
Abstract | Full Text |
Abstract :Hak prioritas untuk memperoleh kembali dari tanah hak guna bangunan yang sudah habis jangka waktunya menjadi tanah hak milik untuk rumah tinggal yang dimiliki oleh perseorangan Warga Negara Indonesia karena hak milik merupakan hak yang terpenuh dan terkuat. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran dalam penentuan hak prioritas atas hak guna bangunan yang habis jangka waktunya dan untuk memperoleh pemahaman mengenai perlindungan hukum terhadap pemegang hak guna bangunan yang habis jangka waktunya yang ditolak untuk mendapatkan hak prioritas ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 6 Tahun 1998. Penelitian secara yuridis normatif, teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan wawancara. Disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan berdasarkan Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 6 Tahun 1998 merupakan dasar hukum pemberian hak (prioritas) untuk lebih diutamakan dalam memperoleh kembali tanah hak guna bangunan yang belum habis dan/atau telah habis jangka waktunya, Perlindungan hukum yang diberikan kepada pemohon hak prioritas yang ditolak karena akan memperoleh tanah hak milik melebihi dari 5.000 m2 (lima ribu meter persegi) yaitu mengajukan permohonan hak guna bangunan di atas tanah Negara untuk memperoleh kembali tanah hak guna bangunan yang telah habis jangka waktunya, lalu mengajukan permohonan untuk pemecahan bidang tanah sehingga menjadi 2 (dua) bidang tanah hak guna bangunan yang sama besarnya dan kemudian melakukan peningkatan hak menjadi hak milik untuk rumah tinggal atas 1 (satu) bidang tanah hak guna bangunan, sedangkan 1 (satu) bidang tanah hak guna bangunan lainnya tetap berstatus tanah hak guna bangunan di atas tanah Negara.
Kata kunci: hak prioritas; hak guna bangunan; hak milik. |
|
HAK WARIS ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN WARGA KAMPUNG ADAT CIREUNDEU DENGAN ORANG LUAR KAMPUNG ADAT CIREUNDEU DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DAN HUKUM WARIS ADAT |
Author : Intan Netty HC; sonny Dewi Judiasih; Bambang Daru Nugroho |
Abstract | Full Text |
Abstract :Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan kepada Ketuhanan yang maha esa. Perkawinan yang di lakukan oleh masyarakat adat penganut agama Sunda Wiwitan, tanpa di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam masyarakat disebut “Kawin di bawah Tangan”. Perkawinan yang tidak dianggap tidak pernah ada dan akibatnya pihak istri, anak dan keluarga dari pihak istri lainnya tidak dapat menuntut hak-haknya secara hukum kepada suami. Hal ini sudah disadari sepenuhnya oleh warga masyarakat adat kampung Cirendeu dan sampai saat ini pelaksanaan pernikahan masih dilangsungkan dengan mengacu kepada hukum adat.Konsekwensi dari sebuah perkawinan adalah adanya Anak, harta benda yang didapat dalam masa perkawinan serta pewarisan. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui keabsahan perkawinan warga kampung masyarakat adat Cirendeu serta Perlindungan hukum dan kedudukan berdasarkan hukum waris adat terkait sengketa yang akan timbul menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Metode penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian adalah metode pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada norma hukum dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan pada tesis ini, kemudian spesipikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu peneliti menggambarkan dan memberikan penjelasan terhadap suatu peristiwa yang sedang diteliti dan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat untuk memperoleh kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh suatu kesimpulan bahwa Perkawinan yang dilakukan oleh Warga kampung adat cireundeu dengan warga luar kampung tidak Sah berdasarkan UU Perkawinan untuk Perlindungan hukum dan Kedudukan Anak yang dilahirkan dari Perkawinan tesebut berdasarkan Putusan MK No.46/PUU-XIII/2010 memberikan hak keperdataan terkait dengan Status anak, hak anak dan Waris serta Putusan MK No.97/PUU-XIV/2016 memberikan Perlindungan hukum dengan diperbolehkannya Pengisian Kolom Agama dengan Penghayat Kepercayaan sehingga Pernikahannya dapat dicatatkan serta implikasi terhadap kelahiran anak mendapat perlindungan hukum.
Kata kunci: adat Cireundeu; perkawianan. |
|