Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Inform Consent) Dalam pelayanan Kesehatan | Author : Achmad Busro | Abstract | Full Text | Abstract :Approval of medical treatment (inform consent) in health services is a matter that must be carried out by doctors to patients in terms of legal aspects. For this reason, it is necessary to pay attention to the implementation of the medical action agreement. So to note also the obstacles and solutions to overcome the implementation of health services to patients, so that there is a legal protection for both doctors and patients. |
| Kontroversi Penerapankurikulum 2013 dalam Kajian Filsafat Ilmu Berbasis Paradigma Kritical Neurman | Author : Ery Agus Priyono | Abstract | Full Text | Abstract :The history of education in Indonesia often changes, like every time there is a change of Minister of Education, always followed per period of the curriculum system. The Indonesian Education Curriculum since 1945 already exists, namely in 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, and 2006. This impact on the quality of Indonesian education has not yet met clear and steady quality standards. A philosophical study is a means of thinking by empowering the human mind to the maximum extent possible, in a fundamental (radical), comprehensive, towards the objects of research. The critical paradigm used in this learning is an invention that is used to describe what is used by illusion, consequently, that social reality must always be criticized and evaluated, which is the right understanding. The results of this study are used to look at three aspects, namely: ontology aspects, epistemological aspects, and Axiological aspects |
| Penanganan Konsultasi Hukum Di Badan Konsultasi Hukum Fakultas Hukum Undip 2018 | Author : Nur Adhim | Abstract | Full Text | |
| Defensive Protectiontraditional Cultural Expresions (TCE) Masyarakat di Kabupaten Blora | Author : Rinitami Njatrijani | Abstract | Full Text | Abstract :TCE/Ekspresi budaya tradisional (EBT) adalah semua warisan budaya tak benda, yang dikembangkan oleh masyarakat lokal, secara kolektif atau individual dengan cara yang tidak sistemik dan disisipkan dalam tradisi budaya dan spiritual masyarakat. Kategori warisanbudaya tak benda meliputi tradisi lisan, seni pertunjukkan, praktek-praktek sosial, ritual, perayaan-perayaan, pengetahuan dan praktek mengenai alam dan semesta atau pengetahuan dan ketrampilan untuk menghasilkan kerajinan tradisional. Kerangka hukum EBT di Indonesia yang dapat diimplementasikn sebagaimana terdapat dalam UUD RI Tahun 1945 (Amandemen ke empat) Pasal 32(1), Pasal 38 dan 39 tentang Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan yang lahir dalam rangka melindungi, memanfaatkan dan mengembangkan kebudayaan Indonesia, Perpres RI No.78 Tahun 2007 tentang Konvensi Perlindungan Warisan Budaya Takbenda), Permendikbud N0.106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Diperlukan ketentuan lebih lanjut oleh negara untuk segera mengesahkan RUU Pengetahuan Tradisional dan EBT menjadi Undang-Undang tersendiri di Indonesia.Perlindungandefensif EBT di masyarakat KabupatenBlora sangat mendesak untuk dilindungi secara keseluruhan agar tidak disalahgunakan oleh pihak lain. Proses pencatatan, penetapan, pengusulanke Badan Warisan Budaya Takbenda Indonesia dalam daftar ICH Unesco merupakanproses akhir dokumentasisecara digitaldalam database warisan budayatakbenda sebagai data resmi negara yang memberikan dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat pendukungnya.Penelitian ini menunjukkan bahwa baru ada 16 karya budaya bagi masyarakatdi Kabupaten Blora yang telah ditetapkansebagaiWarisanBudaya Tak Benda Indonesia/Intangible Cultural Heritagesesuai Konvensi UNESCO Tahun 2003.Sementara masih banyak karya-karya budaya yang perlu diprioritaskan untuk segera dilakukan pencatatan untuk tahun-tahun mendatang.(Barong, motif batik dll).
|
| Persepsi Hakim Tentang Positivisasi Lembaga Rechtverwerking | Author : Muhyidin | Abstract | Full Text | Abstract :Ketika hukum tidak tertulis, moralitas serta etika dipositivikasi dalam bentuk undang-undang, maka akan terjadi pergeseran makna esensial dari hukum tidak tertulis, moralitas ataupun etika tersebut, sebab dengan dipositivisasi nilai moralitas, etika serta hukum tidak tertulis tersebut tidak lagi mengabdikan dirinya kepada nilai, kesadaran dan kepentingan bersama, tetapi mengabdi kepada mereka yang memiliki “kekuasaan" yang lebih kuat. Demikian misalnya lembaga rechtverwerking positivisasi lembaga ini semula dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan sistem negatif dalam sistem pendaftaran tanah, namun kemudian dalam perspektif “Critical Legal Study” serta persepsi hakim yang serba positivistik menjadikan lembaga adat tersebut justru mengebiri hak masyarakat adat atas penguasaan tanah adat mereka |
| Kritik Filsafat Hukum Positivisme Sebagai Upaya Mewujudkan Hukum Yang Berkeadilan | Author : slamiyati | Abstract | Full Text | Abstract :Aliran filsafat hukum positivisme menkonsepsikan hukum sebagai ius yang telah mengalami positifisasi sebagai lege atau lex, dan hukum hanya bersangkut paut dengan hukum positif atau UU saja. Karakteristik aliran ini selalu mendasar pada kenyataan (realitas, fakta) dan bukti, tidak bersifat metafisik dan tidak menjelaskan esensi, gejala alam diterangkan berbasis hubungan sebab akibat, dan tidak berhubungan dengan moral. Hal inilah yang dikritik oleh beberapa aliran hukum lain, seperti; aliran hukum bebas, hukum kritis, studi kritis hukum modern, hukum progresif, yang semuanya menkonsepsikan bahwa hukum tidak hanya tertulis dalam undang-undang, melainkan apa yang dipraktekkan oleh para pejabat penyelenggara hukum yang melaksanakan fungsi pelaksanaan hukum. Selain itu, pelaksanaan hukum disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, yang tidak lepas dari pengaruh ajaran moral dan nilai-nilai yang hidup di masyarakat, demi mewujudkan keadilan yang sesungguhnya. |
| Mengenal Karateristik Pengaturan Tanah Bengkok Di Indonesia | Author : Agung Basuki Prasetyo | Abstract | Full Text | Abstract :Penelitian Bertujuan untuk mengetahui mengenal karateristik pengaturan tanah bengkok di Indonesia. Metode penelitian merupakan penelitian hukum. hasil penelitian menujukan bahwa Karateristik Pengaturan Tanah Bengkok Di Indonesia dapat dijelaskan melalui tiga dasar, diantaranya adalah tentang tanah bengkok menurut hukum adat, tanah bengkok menurut UU nomor 5 tahun 1960 dan Tanah bengkok menurut Tanah Bengkok Menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 2014. Tanah bengkok memiliki bentuk yang bermacam-macam, dapat berupa tanah persawahan, tanah tegalan maupun berupa kolam ikan atau tambak. Penyerahan tanah bengkok kepada kepala desa dan perangkatnya, namun hal tersebut akan kembali menjadi hak desa jika Kepala Desa dan perangkatnya tidak menjabat lagi, sehingga tanah bengkok akan diserahkan kembali kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa yang menggantikannya. |
| Duplik Sebagai Upaya Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi Dalam Mempertahankan Argumentasi Dalam Jawaban Atas Gugatan Penggugat Konvensi/Tergugat Rekovensi | Author : Ery Agus Priyono | Abstract | Full Text | Abstract :Replik yaitu adalah jawaban penggugat dalam hal baik terulis maupun juga lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan oleh penggugat untuk meneguhkan gugatannya tersebut, dengan cara mematahkan berbagai alasan dalam penolakan yang dikemukakan tergugat di dalam jawabannya. Replik adalah lanjutan dari suatu pemeriksaan dalam perkara perdata di dalam pengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawabannya. Replik ini berasal dari 2 kata yakni re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi dapat kita simpulkan bahwa replik berarti kembali menjawab.
Duplik yaitu adalah jawaban tergugat terhadap suatu replik yang diajukan oleh penggugat. Sama juga halnya dengan replik, duplik ini juga bisa diajukan baik dalam bentuk tertulis maupun dalam bentuk lisan. Duplik ini diajukan oleh tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang pada lazimnya berisi suatu penolakan terhadap suatu gugatan pihak penggugat. |
|
|