URGENSI ITSBAT NIKAH BAGI MASYARAKAT MUSLIM DI KOTA PALANGKA RAYA | Author : JEFRY TARANTANG; IBNU ELMI ACHMAT SLAMAT PELU; NI NYOMAN ADI ASTITI | Abstract | Full Text | Abstract :Fenomena yang ada di lapangan berkaitan dengan pemahaman dan kesadaran hukum masyarakat tentang itsbat nikah serta pelaksanaan itsbat nikah di Kota Palangka Raya menimbulkan kerancuan hukum dan akibat hukum. Kenyataan di masyarakat masih banyak ditemukan perkawinan yang dilakukan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama dengan berbagai sebab dan alasan sehingga mereka tidak mempunyai Buku Nikah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji masalah-masalah mendasar yang diformulasikan dalam rumusan masalah berikut: (1) Bagaimana pemahaman masyarakat Kota Palangka Raya terhadap itsbat nikah? (2) Bagaimana kesadaran hukum warga masyarakat Kota Palangka Raya yang belum memiliki buku nikah atau akta nikah? (3) Bagaimana peran perguruan tinggi dalam kegiatan sosialisasi dan pendampingan hukum terhadap warga masyarakat Kota Palangka Raya yang belum memahami itsbat nikah? (4) Apakah diperlukan sidang itsbat nikah massal di Kota Palangka Raya?
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian empirisd atau lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif, waktu penelitian selama enam bulan yang bertempat di Kota Palangka Raya. Subjek penelitian ini adalah masyarakat di Kota Palangka Raya khususnya pasangan suami istri yang selama ini belum memiliki buku nikah atau akta nikah disebabkan pernikahan mereka tidak dicatat di depan Pegawai Pencatat Nikah atau karena buku nikah mereka hilang, serta pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Jekan Raya dan KUA Kec. Pahandut, serta hakim Pengadilan Agama Palangka Raya. Sedangkan, objek penelitian ini adalah pemahaman dan kesadaran hukum tentang itsbat nikah, tata cara pelaksanaan itsbat nikah dan pembuatan buku nikah bagi masyarakat Kota Palangka Raya. Teknik pengumpulan data yang digunakan: wawancara, dan dokumentasi dengan teknik snowball sampling yang dianalisis dan diolah dengan tahapan: data collection (pengumpulan data), data reduction (pengurangan data), data display (penyajian data), dan data conclusions drawing/verification (menarik kumpulan data yang diperoleh).
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Pemahaman masyarakat kota Palangka Raya terhadap itsbat nikah masih secara parsial dan tidak utuh (holistik) yang kemudian mengakibatkan pemahaman yang kurang tepat mengenai itsbat nikah. Itsbat nikah dipahami masyarakat adalah proses beracara di pengadilan agama dengan persepsi bahwa proses itsbat nikah tidaklah mudah dan harus menggunakan biaya yang tidak murah dan waktu yang lama. Masyarakat memahami itsbat nikah adalah penetapan nikah di pengadilan agama dengan prosedur yang panjang, sehingga kurang diminati masyarakat. Kesadaran hukum masyarakat kota Palangka Raya yang belum memiliki buku nikah atau akta nikah masih rendah dan kurang hal ini disebabkan ketidak-tegasan ketentuan pencatatan dalam undang-undang, kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya buku nikah sebagai akta otentik yang memiliki kekuatan hukum dalam administrasi kependudukan. Peran perguruan tinggi adalah dengan melakukan penyadaran hukum melalui pendidikan dapat berupa penyuluhan dan seminar maupun workshop, serta dapat pula menjadi fasilitator itsbat nikah secara massal dengan bekerjasama dengan pemerintah maupun lembaga peradilan, yaitu KUA dan Pengadilan Agama. Perlunya dilakukan itsbat nikah massal untuk kemaslahatan masyarakat kota Palangka Raya yang belum memiliki buku nikah.
|
| EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI KALIMANTAN TENGAH | Author : Pratomo Beritno | Abstract | Full Text | Abstract :Indonesia is a tropical country that has the threat of forest destruction, both due to illegal logging and burning of land that can cause permanent forest destruction. Central Kalimantan is a province that is prone to land and forest fires every year. Plantation land development such as palm oil and acacia are the dominant causes of forest and land fires that occur in Central Kalimantan. Extensive land and forest fires in Central Kalimantan occur because of human fires. The purpose of forest and land burning is for the economic benefit of the perpetrators of the burning. The impact of burning land and forests in the Central Kalimantan region, the community suffered loss of health problems, economic losses, disrupted transportation, and damage to wildlife habitat. The government has strictly regulated the prohibition of land and forest fires, but land and forest fires are still being carried out on purpose, so it is necessary to examine the effectiveness of law enforcement on forest and land burning in Central Kalimantan. The effectiveness of law enforcement on forest and land burning in Central Kalimantan has not been effective. This happens because there are still communities and companies that burn forests and land. Law enforcement factors, and community factors are obstacles to the ineffectiveness of law enforcement against forest and land burning in Central Kalimantan. For the rule of law to be effective, the law must be clear, law enforcers carry out their duties and functions, as well as direct action against perpetrators of land and forest fires. The effectiveness of law enforcement on forest and land burning in Central Kalimantan will be achieved if the government and law enforcement officials strictly enforce legal sanctions against perpetrators of land and forest fires in the form of administrative sanctions for forest fires in the form of, freezing of environmental permits, and or revocation of environmental permits, the responsibility for recovery and criminal responsibility of the person responsible for the business and / or activity must pay compensation and / or take certain actions. Add and threaten severe penalties for perpetrators of forest and land burning. Increasing the awareness that exists in each individual and group of the importance of obeying a rule for the common good. |
| IMPLIKASI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 25/PUU-XIV/2016 TERHADAP PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA | Author : Kiki Kristanto | Abstract | Full Text | Abstract :Dengan adanya Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016, yang menyatakan bahwa frasa “dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU PTPK inkonstitusional terhadap UUDN RI Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, maka secara yuridis, berimplikasi yuridis pada karakteristik delik pasal tersebut, yang semula sebagai delik formil berubah menjadi delik materil dengan mensyaratkan adanya akibat yaitu unsur kerugian keuangan negara harus dihitung secara nyata/pasti (real) oleh lembaga yang berwenang. Karenanya, MK memutuskan aparat penegakan hukum harus membuktikan adanya kerugian keuangan negara sebelum dilakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi. Sebab, tanpa perhitungan yang real dari auditor negara perbuatan yang disangkakan belum dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi karena tidak terpenuhinya unsur kerugian keuangan negara. |
| MEKANISME PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DALAM KONSTRUKSI POLITIK HUKUM | Author : Nina Jayanti | Abstract | Full Text | Abstract :Pengawasan adalah kegiatan untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sehingga dalam kegiatan pengawasan tidak terkandung kegiatan yang bersifat korektif ataupun pengarahan. Sedangkan tujuan pengawasan adalah agar tercipta aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat (control sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab
Pengawasan dapat dilihat dari jenisnya yaitu: segi sifat pengawasan, segi objek pengawasan, dan segi pelaku pengawasan itu sendiri terhadap produk hukum dalam konstruksi politik hukum dimana dalam hal ini adalah pengawasan terhadap produk hukum, baik itu berupa peraturan perundang-undangan (regelling) maupun keputusan (beschikking), maka mekanismenya dilakukan melalui kekuasaan kehakiman.
Dalam konstruksi politik hukum, maka pengawasan dilakukan terhadap produk hukum yang telah dibuat oleh aparat berwenang, sehingga disini yang terjadi adalah pengawasan represif, yaitu pengawasan yang dilakukan sesudah dikeluarkannya keputusan/ketetapan pemerintah.
|
| TINJAUAN YURIDIS TERHADAP RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN ANAK | Author : Novita | Abstract | Full Text | Abstract :pendekatan keadilan restoratif dapat diterapkan dengan penyelesaian terhadap anak yang berkonflik dengan hukum melalui diversi, diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara tindak pidana dari proses peradilan pidana ke proses di luar pengadilan atau dari jalur hukum ke jalulr non hukum, serta adanya kesepakatan dari pihak pelaku, korban dan keluarganya. Tujuan memberlakukan diversi pada kasus seorang anak antara lain adalah menghindarkan proses penahanan terhadap anak dan pelabelan anak sebagai penjahat. Anak didorong un tuk bertanggung jawab atas kesalahannya. Jadi, pada dasarnya pengertian diversi adalah pengalihan dari proses peradilan pidana keluar proses formal un tuk diselesaikan secara musyawarah. Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana. Pelaksaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut diskresi. Tindakan selanjutnya setelah adanya diversi adalah pengawasan terhadap jalannya pelaksanaan penetapan diversi yang dikeluarkan oleh pengadilan, pengawasan ini bertujuan untuk mendapatkan kejelasan pelaksanaan kesepakatan yang telah dicapai oleh para pihak. |
| PENEGAKAN HUKUM PELANGGARAN DISIPLIN ANGGOTA POLRI DI MAPOLDA KALIMANTAN TENGAH | Author : Mulida Hayati; Syaifullah | Abstract | Full Text | Abstract :Keamanan suatu negara adalah hal yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional. Untuk terciptanya keamanan negara diperlukan polisi yang dapat bertugas sesuai kewenangannya. Dalam pelaksanaan tugas ada anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin, bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin. Penjatuhan hukuman bagi anggota Polri yang terbukti bersalah dalam persidangan pelanggaran disiplin oleh ankum dan/atau atasan ankum bisa berbeda-beda karena perbedaan persepsi apakah perbuatan pelaku pelanggar disiplin tersebut dikategorikan ringan, sedang atau berat sehingga asas keadilan yang berlaku universal tidak didapatkan oleh pelaku pelanggar disiplin. |
|
|