Kesulitan Siswa Memahami Pereaksi Pembatas Di SMA Kabupaten Barito Utara Dan Kota Palangka Raya |
Author : Siti Hayati |
Abstract | Full Text |
Abstract :Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan dan menjelaskan kesulitan siswa kelas XI IPA SMA di Kabupaten Barito Utara dan Kota Palangka Raya dalam memahami konsep pereaksi pembatas. |
|
Kemampuan Bernalar Ilmiah Mahasiswa Pada Mata Kuliah Kimia Teknik |
Author : Maya Erliza Anggraeni |
Abstract | Full Text |
Abstract :Kemampuan bernalar ilmiah (scientific reasoning) diperlukan dalam memahami sains termasuk kimia. Pola-pola penalaran ilmiah memungkinkan mahasiswa menganalisis fakta atau informasi secara logis dan sistematis. Mahasiswa dengan kemampuan bernalar ilmiah yang baik diharapkan dapat mengkonstruk konsep dengan lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan bernalar ilmiah mahasiswa Pendidikan Teknik Mesin pada mata kuliah Kimia Teknik. Subjek penelitian berjumlah 65 orang. Kemampuan bernalar ilmiah mahasiswa diukur Classroom Test of Scientific Reasoning (CTSR). Berdasarkan skor tes CTSR ini maka tingkat perkembangan mahasiswa dapat dikategorikan ke dalam empat tingkat perkembangan yaitu tingkat concrete, low formal, upper formal dan post formal. Hasil penelitian menunjukkan, sebanyak 89% mahasiswa masih berada pada tingkat bernalar concrete dan hanya 11% yang mencapai tingkat bernalar low formal. Hal ini menunjukkan tingkat kemampuan bernalar ilmiah mahasiswa masih rendah dan ada keterlambatan perkembangan kemampuan bernalar. Jenis penalaran paling rendah yaitu pola penalaran probabilitas dan pola penalaran konservasi merupakan penalaran yang paling dikuasai oleh mahasiswa. |
|
Dimensions of Knowledge and Level of Thinking in Chemistry Learning |
Author : Nopriawan Berkat Asi |
Abstract | Full Text |
Abstract :The knowledge intended in the 2013 curriculum can be divided into 4 (four) dimensions of knowledge. Dimensions of knowledge include factual knowledge, conceptual knowledge, procedural knowledge and metacognitive knowledge. The purpose of this study is to discuss the dimensions of knowledge and the level of thinking in learning chemistry. The cognitive process in learning chemistry in high school is strived for students to be able to reach the level of critical thinking and be able to solve chemical problems that require critical thinking. Students who think critically in solving chemical problems are those who can apply procedural knowledge and metacognitive knowledge in solving certain chemical problems based on certain situations presented to them correctly and can show the key to solving problems. Critical thinking is a basic ability for the development of knowledge in learning chemistry. Students who get various concepts and contexts of chemical problems are expected to be able to successfully recognize paradoxes and solve chemical problems with their knowledge. |
|
Penerapan Pendekatan Saintifik Dengan Bantuan LKS-Induktif Dalam Pembelajaran Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Laju Reaksi Pada Siswa Kelas XI SMAN-5 Palangka Raya Tahun Ajaran 2015/2016 |
Author : Christina Nopriani, Abudarin, Akhmad Damsyik |
Abstract | Full Text |
Abstract :Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kemampuan belajar siswa; (2) mendeskripsikan pemahaman konsep siswa. Penelitian ini melibatkan 57 siswa kelas XI Peminatan MIPA SMA Negeri 5 Palangka Raya. Instrumen yang digunakan adalah lembar soal pretes dan postes, LKS-Induktif dengan pendekatan saintifik, dan pedoman wawancara. Data dikumpulkan melalui tiga tahap, yaitu pretes, pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbantuan LKS-Induktif, dan postes. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, kemampuan belajar siswa dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik rata-rata sebesar 83,14% dengan rincian: (a) kemampuan mengamati sebesar 84,19%; (b) kemampuan menanya sebesar 48,17%; (c) kemampuan mengumpulkan informasi sebesar 89,39%; (d) kemampuan mengasosiasi sebesar 96,09%; dan (e) kemampuan mengomunikasikan sebesar 87,25%. Kemampuan siswa memahami konsep tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi dalam pembelajaran dengan pendekatan saintifik menggunakan LKS-Induktif rata-rata sebesar 85,09% dengan kategori sangat baik. Proporsi jumlah siswa yang dapat memahami dengan benar pada setiap konsep adalah: (a) sebanyak 100% siswa dapat menjelaskan pengaruh konsentrasi dengan laju reaksi; (b) sebanyak 92,99% siswa dapat menjelaskan pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi berdasarkan teori tumbukan; (c) sebanyak 100% siswa dapat menjelaskan pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi; (d) sebanyak 57,90% siswa dapat menjelaskan pengaruh luas permukaan terhadap laju reaksi berdasarkan teori tumbukan; (e) sebanyak 100% siswa dapat menjelaskan pengaruh suhu terhadap laju reaksi; (f) sebanyak 73,68% siswa dapat menjelaskan pengaruh suhu terhadap laju reaksi berdasarkan teori tumbukan; (g) sebanyak 100% siswa dapat menjelaskan pengaruh katalis terhadap laju reaksi; dan (h) sebanyak 56,14% siswa dapat menjelaskan pengaruh katalis terhadap laju reaksi dan hubungannya dengan energi aktivasi (Ea). |
|
Strategi Mengajar Kimia (Lintas Minat) Melalui Modifikasi Leaderless Group Discussion (LGD) |
Author : Esdi Pangganti |
Abstract | Full Text |
Abstract :Pelajaran kimia sering dianggap sebagai mata pelajaran yang sukar pada jurusan ilmu-ilmu alam (IA), lebih lagi jika diberikan pada jurusan ilmu-ilmu sosial (IIS) sebagai mata pelajaran lintas minat. Rata-rata siswa memperoleh nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 75.Selain itu siswa terlihat kurang aktif dan tidak mempunyai motivasi yang baik. Hal ini dimungkinkan karena siswa merasa bahwa kimia merupakan mata pelajaran lintas minat, yang tidak mempunyai pengaruh signifikan pada penjurusan ilmu-ilmu sosial (IIS). Fenomena ini dapat diamati ketika proses PBM berlangsung beberapa siswa nampak kurang berminat dan tidak bisa memfokuskan dirinya untuk mempelajari materi yang sedang dipelajari, begitu juga saat proses diskusi berlangsung siswa cenderung tidak terlibat dan mempunyai respon yang rendah. Keberhasilan proses belajar mengajar salah satunya ditentukan oleh model atau metode mengajar yaitu bagaimana cara guru menyampaikan materi yang akan diajarkan. Leaderless Group Discussion adalah diskusi kelompok tanpa penunjukkan seorang pemimpin, yang memungkinkan setiap anggota kelompok memanifestasikan potensinya, dimodifikasi seperti Penjaga Stand Pameran. Dalam simulasi ini dapat diamati kemampuan seseorang dalam mengarahkan dan memimpin kelompok, kemampuan menjelaskan gagasan sehingga bisa diterima orang lain, kemampuan determinasi, dll.Hasil penerapan pembelajaran dengan pendekatan Modifikasi Leaderless Group Discussion (LGD) mampu menaikkan partisifasi siswa kelas XI jurusan Imu-ilmu Sosial (IIS) dalam belajar Kimia Lintas Minat mencapai 88,69% dengan ketuntasan mencapai 89,66% (26 orang). |
|