Mail Bride Order Dalam Prespektif HAM Internasional |
Author : Hidayatika Gilang Pamungkas |
Abstract | Full Text |
Abstract :Perdagangan manusia telah menjadi permasalahan sangat serius di nasional maupun internasional. Bentuk-bentuk kejahatan perdagangan manusia beragam. Salah satunya penyelenggaraan perkawinan antar negara melalui pesanan (Mail-Order Bride). Ada dua bentuk, pertama dilakukan pekerja asing dengan perempuan Indonesia untuk waktu tertentu dan perempuan mendapat kompensasi finansial. Kedua, pengantin perempuan tidak mengetahui kondisi sebenarnya dari calon suami. Perdagangan manusia menunjukkan penghormatan kemanusiaan sebagai pemberian Allah telah dinodai, sehingga dianggap melanggar Hak Asasi Manusia |
|
Perlindungan Atas Hak Pekerja Perempuan Di Sektor Industrial (Studi Terhadap Negara-Negara Berkembang) |
Author : Amira Velda Narindra |
Abstract | Full Text |
Abstract :Pekerja perempuan turut berkontribusi meningkatkan pembangunan Nasional. Maka sudah selayaknya pemenuhan hak bagi pekerja perempuan khususnya dibidang industrial mendapatkan perhatian khusus. Hak pekerja perempuan pada implementasinya masih ditemukan adanya penyimpangan, maka studi pustaka ini bertujuan untuk mengetahui pemenuhan hak pekerja perempuan oleh perusahaan dan bagaimana tingkat pemenuhan kebutuhan pekerja perempuan. Pelaksanaan pemenuhan hak pekerja perempuan merupakan suatu kewajiban yang harus diusahakan demi terjaminnya hak pekerja perempuan. |
|
Kebijakan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi Dalam Dalam Dinamika Keadilan Restoratif |
Author : Nunung Nugroho |
Abstract | Full Text |
Abstract :Pembaruan hukum pidana dalam konteks tindak pidana korupsi pada hakikatnya mengandung makna, suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosio-filosofis, dan sosio-kultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan kebijakan penegakan hukum di indonesia. Secara singkat dapatlah dikatakan, bahwa pembaruan hukum pidana pada hakikatnya harus di tempuh dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan (policy-oriented approach) dan sekaligus pendekatan yang berorientasi pada nilai (value-oriented approach). Tuntutan teoritik maupun perkembangan pembaharuan hukum pidana di berbagai negara ada kecenderungan kuat untuk menggunakan mediasi penal sebagai salah satu alternative penyelesaian masalah di bidang hukum pidana. Tidak bisa dipungkiri lagi, bahwa praktek penegakan hukum di Indonesia dalam perkara pidana diselesaiak diluar pengadilan melalui diskresi aparat penegak hukum, yang kemudian meyebabkan tuntutan untuk mempositifkan bentuk-bentuk penyelesaian perkara diluar pengadilan semakin kuat. |
|
Pencemaran Lingkungan Akibat Penenggelaman Kapal Ilegal Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia |
Author : Retno Mulyaningrum |
Abstract | Full Text |
Abstract :Penenggelaman kapal oleh Indonesia dalam memberantas penangkapan ikan ilegal menggunakan bahan kimia dikhawatirkan pencemaran lingkungan. Perlindungan hukum terhadap korban dipertimbangkan bahwa hukum yang ada menjalankan diskriminasi dengan cara pemberlakuannya sebagian besar perjanjian perlindungan lingkungan tidak melalui permintaan tanggung jawab negara namun melalui mekanisme insentif dan pertukaran yang beragam dan pelaporan Negara. Perspektif Hak Asasi Manusia (HAM) tentang pencemaran mengacu kasus Gabcikovo bahwa Perlindungan lingkungan adalah bagian penting dari doktrin HAM kontemporer yaitu hak suci HAM. |
|
Tanggung Jawab Nakhoda Atas Keselamatan Muatan Dalam Perspektif Hukum Pelayaran |
Author : Samuel Ronatio Adinugroho, Anung Aditya Tjahja |
Abstract | Full Text |
Abstract :Dalam hal mengenai pengangkutan barang melalui laut, maka nakhoda sebagai pemimpin kapal diwajibkan untuk memelihara serta mengatur penempatan barang muatan yang ada di kapal dengan baik dan seksama, agar barang muatan tersebut bisa sampai dalam keadaan selamat selama berlangsungnya pelayaran. Dalam ketentuan Pasal 137 Ayat (1) dan (2) UU No. 17/2008 baik kapal motor ukuran Grosss Tonnage 35 maupun kapal motor ukuran kurang dari Gross Tonnage 35 serta untuk kapal tradisional kurang dari Gross Tonnage 105, ditegaskan yang pada pokoknya menyebutkan : Nakhoda merupakan pimpinan di atas kapal yang memiliki wewenang penegakan hukum dan bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan dan ketertiban kapal, serta barang muatan yang menjadi kewajibannya. Dalam ketentuan lain disebutkan pula bahwa Nakhoda adalah pemimpin kapal, yang setiap ada peristiwa tertentu harus mengambil sikap dan bertindak sesuai dengan kecakapan, kecermatan dan kebijaksanaan, sebagaimana diperlukan untuk melakukan tugasnya (Pasal 342 ayat (1) KUHD). Sebagai pemimpin kapal, Nakhoda harus mempertanggung jawabkan segala tindakannya terhadap kapal dan muatannya dalam segala peristiwa yang terjadi di laut. Dari itu pembentuk undang-undang memberi beban tanggung jawab kepada Nakhoda sebagaimana diatur dalam Pasal 342 ayat (2) KUHD, yakni bila tindakan yang dilakukan dalam jabatannya itu merupakan kesengajaan atau kelalaian, yang menimbulkan kerugian pada orang lain. Nakhoda sebagai pemimpin kapal laut dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatan-perbuatan dari mereka yang bekerja sebagai anak buah kapal. Disini letak keistimewaan nakhoda sebagai buruh yang bersama-sama dengan anak buah kapal mengikatkan diri dalam perjanjian kerja laut dengan pengusaha pelayaran sebagai majikan, akan tetapi nahkoda masih pula bertanggungjawab terhadap perbuatan-perbuatan anak buah kapal yang dipimpinnya. Nakhoda selama dalam pelayaran berkewajiban untuk memperhatikan kepentingan pihak-pihak yang berhak atas muatan, dimana perlu dia harus mengambil tindakan untuk kepentingan si pemilik muatan. Disamping itu nakhoda diharuskan juga untuk memelihara buku harian kapal yang isinya mengenai catatan-catatan segala hal yang terjadi selama berlangsungnya pelayaran. Ketentuan-ketentuan tentang hak dan kewajiban atau tanggung jawab nakhoda telah ditetapkan, yang maksudnya adalah memberikan pembatasan-pembatasan yang jelas tentang letak kesalahan dan sejalan dengan itu ditetapkan juga tentang siapakah yang harus menanggung kerugian atas kerusakan atau hilangnya muatan yang diangkut. Namun demikian untuk mengatasi ganti rugi dalam pengangkutan barang telah dapat diselesaikan melalui pihak ketiga yakni asuransi yang telah bekerja sama dengan perusahaan pelayaran.
|
|