Kajian Penanganan Tindak Pidana Terorisme Dalam Prespektif Hukum Internasional | Author : Melia Dwi Putri Heni Hidayati, Eko Soponyono | Abstract | Full Text | Abstract :Terorisme merupakan salah satu kejahatan luar biasa dengan dampak yang sangat kompleks berupa tindakan kekerasan dan ancaman dengan target acak yang ditentukan berdasar kategori tertentu. Pelaku kejahatan terorisme ini lebih dikenal dengan sebutan teroris yang untuk melakukan kejahatannya teroris ini bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri. Sederet peristiwa terorisme yang telah terjadi di Indonesia tidak menutup kemungkinan hal seperti itu bahkan peristiwa yang lebih tragis dan lebih banyak memakan korban jiwa dapat terjadi di masa datang sehingga diperlukan suatu regulasi yang bertitik pada upaya preventif maupun represif. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis mengenai bagaimana penanganan terorisme dari prespektif hukum internasional, dan mekanisme serta tata cara penanganannya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberantasan tindak pidana terorisme dapat dilaksanakan dengan tunduk pada ketentuan hukum internasional, hal tersebut dikarenakan kejahatan terorisme merupakan salah satu kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan berdasarkan prinsip/ asas yang terdapat didalam London Agreement 1945 maka terorisme dikatakan sebagai kejahatan yang dapat ditangani oleh hukum internasional. Selanjutnya tindakan yang dapat dilakukan oleh negara-negara di dunia dalam mengatasi terorisme diperlukan langkah komprehensif berupa pembentukan perangkat perundang-undangan, pembenahan perundang-undangan lain yang berhubungan dengan kegiatan teroris seperti peraturan perundang-undangan tentang perbankan, keimigrasian, kepolisian, pertahanan dan keamanan dalam negeri, kitab undang-undang hukum acara khusus untuk peradilan teroris, transportasi darat, laut dan udara. |
| Implikasi Hukum Pailitnya Perseroan Perorangan Terhadap Direksi Di Indonesia | Author : Rahmadi Indra Tektona, Dwi Ruli Handoko | Abstract | Full Text | Abstract :Keberadaan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja maka telah melahirkan perseroan terbatas jenis baru, yaitu perseroan yang memenuhi standar usaha mikro dan kecil, atau sebagaimana peraturan pemerintah nomor 8 tahun 2021 tentang modal dasar perseroan dan pendaftaran, pendirian, perubahan dan pembubaran perseroan, disebutkan bahwa yang memenuhi persyaratan usaha mikro dan kecil disebut dengan perseroan perorangan. perseroan perorangan ini memiliki karakteristik dan perbedaan dengan pt yang diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Salah satunya mengenai direksi dalam perseroan perorangan adalah hanya 1 (satu) orang saja yang kemudian juga merangkap sebagai pemegang saham, hal ini sangat berbahaya bagi jalannya perusahaan, karena dapat menimbulkan tercampurnya kepentingan pribadi terhadap perseroan dan menjadi semunya batas-batas pertanggungjawaban antara direksi perseroan dan pemegang saham perseroan. Penelitian yang bersifat yuridis normatif ini, akan membahas tentang implikasi hukum pailitnya perseroan perorangan terhadap direksi. di indonesia penelitian ini bertujuan untuk mengetahui impilaksi hukum pailitnya perseroan perorangan dan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 2 (dua) model pemberlakuan implikasi hukum kepailitan perseroan perorangan tehadap direksi yaitu, yang pertama akibat hukum yang berlaku demi hukum dan yang kedua akibat hukum yang berlaku secara rule of reason. |
| Vaksinisasi Covid-19 : Upaya Pemenuhan Hak Kesehatan Atau Wujud Kewajiban Dalam Berbangsa Dan Bernegara | Author : Nabilah Apriani, Ersya Aqila Wafa Azizah | Abstract | Full Text | Abstract :Adanya penyebaran pandemi Covid-19 ke seluruh dunia tidak dipungkiri membawa dampak yang berkelanjutan. Pada perkembangannya demi memutus rantai penyebaran virus Covid-19, terdapat sejumlah upaya yang salah satunya adalah pelaksanaan vaksinisasi Covid-19. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan pemecahan komperhensif terkait dengan Apakah vaksinasi covid-19 merupakan hak atau kewajiban bagi masyarakat dan Sejauh apa tanggung jawab pemerintah dalam pelaksanakan vaksinisasi Covid-19. Penelitian ini merupakan penelitian hukum (legal research) dengan metode pendekatan Yuridis-Empiris yang menggunakan data primer dan data sekunder untuk kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa vaksinasi yang pada mulanya merupakan suatu hak bagi seseorang, dapat berubah menjadi suatu kewajiban mengingat negara sedang dalam keadaan darurat. Selain itu pelaksanaan vaksin juga berkaitan dengan kewajiban asasi manusia untuk menghargai hak asasi orang lain, yakni hak atas kesehatan orang lain. Adapun tanggung jawab pemerintah dalam pelaksanaan vaksinisasi covid-19 dapat diwujudkan dengan memberikan perlindungan hukum baik secara preventif maupun represif. Keduanya merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh negara atas jaminan perlindungan untuk menghindari akibat yang berpotensi di timbulkan dan akan merugikan masyarakat pasca vaksinasi.
|
| Disfungsi Peran Satgas Anti Mafia Bola Dalam Memberantas Match Fixing Sepakbola Indonesia | Author : Muhammad Zulhidayat | Abstract | Full Text | Abstract :Sepak bola adalah olahraga paling populer di Indonesia. Indonesia sendiri, sudah memiliki aturan tentang olahraga dalam pasal 29 ayat 2 undang-undang nomor 3 tahun 2005 tentang sistem olahraga nasional. Olahraga harus menghindari segala macam pengaturan pertandingan oleh mafia sepak bola. Namun, di Liga 2 Indonesia beberapa waktu lalu. Kasus pengaturan skor akhirnya membuat heboh sepak bola Indonesia. Hal ini membuat PSSI memutuskan untuk membuat kesepakatan dengan Mabes Polri untuk membuat MOU. Tindak lanjut dari MOU tersebut menghasilkan keputusan untuk membentuk satgas anti mafia bola sesuai dengan perintah Kapolri No.3678 Tahun 2021. Penelitian ini akan mengkaji peran dan fungsi satgas anti mafia bola dalam memberantas mafia sepak bola di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil pembahasan dalam penelitian ini menjunjukkan bahwa, pertama, telah terjadi disfungsi pada satuan tugas anti mafia bola, karena laporan dan fungsi satuan tugas anti mafia bola tidak terlihat dan hanya bersifat simbolis, hal ini terlihat dari tidak adanya tindak lanjut terhadap laporan pertandingan kepada pihak kepolisian, padahal match fixing adalah organize crime. Kedua Eksistensi Satgas anti mafia bola juga menjadi persoalan, hal ini dikarenakan satgas anti mafia bola hanya bersifat ad hoc dan eksistensi yuridisnya juga hanya berupa perpanjangan surat edaran kapolri. Bagian penutup yakni, pertama, pemerintah harus membuat aturan dalam undang-undang atau peraturan pemerintah untuk memberantas mafia sepak bola di Indonesia. Kedua, PSSI harus memberikan sanksi tegas kepada mafia bola sehingga menimbulkan efek jera. |
| Problematika Penggunaan Alat Swab Nasofaring Dan Orofaring Bekas Pakai Pada Pemeriksaan Rapid Antigen Covid-19 | Author : Andreas Agung Winarno | Abstract | Full Text | Abstract :Screening swab antigan Covid-19 merupakan salah satu kebijakan pemerintah Indonesia dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19, kebijakan tersebut memerlukan penanganan dan pemeriksaan laboratorium yang sesuai mutu dan standard yang telah ditetapkan. Pelaksanaan Screening swab antigan Covid-19 sekarang telah memunculkan permasalahan, yaitu terjadi pelanggaran penggunaan alat swab nasofaring dan orofaring bekas pakai pada saat pemeriksaan rapid antigen Covid-19 di Bandara Kualanamu, Medan. Fakta demikian telah memunculkan suatu problematic, baik dari sisi medis, etik dan yuridis. Berdasarkan problematika tersebut artikel ini akan mencoba menganalisis apa problematic medis, etik dan yuridis dalam pelaksanaan screening swab antigen Covid 19. Artikel ini menggunakan jenis penelitian yuridis normative dengan pendekatan kasus, data yang digunakan berupa data primer dan sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan literature yang membahas mengenai kebijakan screening swab antigen Covid 19. Hasil penelitian menunjukan bahwa problematika medis dalam pelaksanaan screening swab antigen Covid 19 yang bermasalah, akan berimplikasi pada risiko meningkatnya kasus Covid-19 dan penyakit yang ditularkan lewat alat bekas pakai, seperti Hepatitis, HIV dan sebagainya. Kemudian aspek etik yaitu pelaku yang merupakan petugas kesehatan telah melanggar kode etik profesi dimana seharusnya tenaga medis bekerja sesuai kode etik profesi dan standar operasional prosedur. Terakhir dari aspek yuridis kegiatan penggunaan swab bekas pakai tersebut merupakan bentuk tindak kejahatan korporasi untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat, sehingga perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana. Saran kedepan perlu ada sosialisasi terkait konsekuensi pelanggaran etika, medis dan yuridis bagi pelayanan pemeriksaan swab antigen yang tidak sesuai dengan standard dan mutu baik bagi perorangan dan korporasi terkait dengan pelanggaran tersebut. |
|
|